Friday, 26 June 2015

hukum masalah Qurban

hukum masalah Qurban
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yg artinya, Maka shalatlah untk Rabbmu dan sembelihlah hewan.” (QS. Al Kautsar: 2). Syaikh Abdullah Alu Bassaam mengatakan, “Sebagian ulama ahli tafsir mengatakan; Yang dimaksud dgn menyembelih hewan adalah menyembelih hewan qurban setelah shalat Ied.” Pendapat ni dinukilkan dari Qatadah, Atha’ dan Ikrimah (Taisirul ‘Allaam, 534 Taudhihul Ahkaam, IV/450. Lihat jg Shahih Fiqih Sunnah II/366). Dalam istilah ilmu fiqih hewan qurban biasa disebut dgn nama Al Udh-hiyah yg bentuk jamaknya Al Adhaahi (dengan huruf ha’ tipis)

Pengertian Udh-hiyah
Udh-hiyah adalah hewan ternak yg disembelih pd hari Iedul Adha dan hari Tasyriq dlm rangka mendekatkan diri kepada Allah karena datangnya hari raya tersebut (lihat Al Wajiz, 405 dan Shahih Fiqih Sunnah II/366) Keutamaan Qurban Menyembelih qurban termasuk amal salih yg paling utama. Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pd hari Nahr (Iedul Adha) yg lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan darah (qurban), maka hendaknya kalian merasa senang karenanya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim dgn sanad sahih, lihat Taudhihul Ahkam, IV/450) Hadis di atas didhaifkan oleh Syaikh Al Albani (dhaif Ibn Majah, 671). Namun kegoncangan hadis di atas tidaklah menyebabkan hilangnya keutamaan berqurban. Banyak ulama menjelaskan bahwa menyembelih hewan qurban pd hari idul Adlha lebih utama dari pd sedekah yg senilai / harga hewan qurban / bahkan sedekah yg lebih banyak dari pd nilai hewan qurban. Karena maksud terpenting dlm berqurban adalah mendekatkan diri kepada Allah. Disamping itu, menyembelih qurban lebih menampakkan syi’ar islam dan lebih sesuai dgn sunnah. (lih. Shahih Fiqh Sunnah 2/379 & Syarhul Mumthi’ 7/521) Hukum Qurban Dalam hal ni para ulama terbagi dlm dua pendapat : Pertama, wajib bagi orang yg berkelapangan. Ulama yg berpendapat demikian adalah Rabi’ah (guru Imam Malik), Al Auza’i, Abu Hanifah, Imam Ahmad dlm salah satu pendapatnya, Laits bin Sa’ad serta sebagian ulama pengikut Imam Malik, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullah. Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan: “Pendapat yg menyatakan wajib itu tampak lebih kuat dari pd pendapat yg menyatakan tak wajib. Akan tetapi hal itu hanya diwajibkan bagi yg mampu…” (lih. Syarhul Mumti’, III/408) Diantara dalilnya adalah hadits Abu Hurairah yg menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yg berkelapangan (harta) namun tak mau berqurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah 3123, Al Hakim 7672 dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani) Pendapat kedua menyatakan Sunnah Mu’akkadah (ditekankan). Dan ni adalah pendapat mayoritas ulama yaitu Malik, Syafi’i, Ahmad, Ibnu Hazm dan lain-lain. Ulama yg mengambil pendapat ni berdalil dgn riwayat dari Abu Mas’ud Al Anshari radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan, “Sesungguhnya aku sedang tak akan berqurban. Padahal aku adalah orang yg berkelapangan. Itu kulakukan karena aku khawatir kalau-kalau tetanggaku mengira qurban itu adalah wajib bagiku.” (HR. Abdur Razzaq dan Baihaqi dgn sanad shahih). Demikian pula dikatakan oleh Abu Sarihah, “Aku melihat Abu Bakar dan Umar sementara mereka berdua tak berqurban.” (HR. Abdur Razzaaq dan Baihaqi, sanadnya shahih) Ibnu Hazm berkata, “Tidak ada riwayat sahih dari seorang sahabatpun yg menyatakan bahwa qurban itu wajib.” (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/367-368, Taudhihul Ahkaam, IV/454) Dalil-dalil di atas merupakan dalil pokok yg digunakan masing-masing pendapat. Jika dijabarkan semuanya menunjukkan masing-masing pendapat sama kuat. Sebagian ulama memberikan jalan keluar dari perselisihan dgn menasehatkan: “…selayaknya bagi mereka yg mampu, tak meninggalkan berqurban. Karena dgn berqurban akan lebih menenangkan hati dan melepaskan tanggungan, wallahu a’lam.” (Tafsir Adwa’ul Bayan, 1120) Yakinlah…! bagi mereka yg berqurban, Allah akan segera memberikan ganti biaya qurban yg dia keluarkan. Karena tiap pagi Allah mengutus dua malaikat, yg satu berdo’a: “Yaa Allah, berikanlah ganti bagi orang yg berinfaq.” Dan yg kedua berdo’a: “Yaa Allah, berikanlah kehancuran bagi orang yg menahan hartanya (pelit).” (HR. Al Bukhari 1374 & Muslim 1010).
Hewan yg Boleh Digunakan Untuk Qurban Hewan qurban hanya boleh dari kalangan Bahiimatul Al An’aam (hewan ternak tertentu) yaitu onta, sapi / kambing dan tak boleh selain itu. Bahkan sekelompok ulama menukilkan adanya ijma’ (kesepakatan) bahwasanya qurban tak sah kecuali dgn hewan-hewan tersebut (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/369 dan Al Wajiz 406) Dalilnya adalah firman Allah yg artinya, “Dan bagi tiap umat Kami berikan tuntunan berqurban agar kalian mengingat nama Allah atas rezki yg dilimpahkan kepada kalian berupa hewan-hewan ternak (bahiimatul an’aam).” (QS. Al Hajj: 34) Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan, “Bahkan jika seandainya ada orang yg berqurban dgn jenis hewan lain yg lebih mahal dari pd jenis ternak tersebut maka qurbannya tak sah. Andaikan dia lebih memilih untk berqurban seekor kuda seharga 10.000 real sedangkan seekor kambing harganya hanya 300 real maka qurbannya (dengan kuda) itu tak sah…” (Syarhul Mumti’, III/409)
Seekor Kambing Untuk Satu Keluarga Seekor kambing cukup untk qurban satu keluarga, dan pahalanya mencakup seluruh anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak / bahkan yg sudah meninggal dunia. Sebagaimana hadits Abu Ayyub radhiyallahu’anhu yg mengatakan, “Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya.” (HR. Tirmidzi dan beliau menilainya shahih, lihat Minhaajul Muslim, 264 dan 266). Oleh karena itu, tak selayaknya seseorang mengkhususkan qurban untk salah satu anggota keluarganya tertentu, misalnya kambing 1 untk anak si A, kambing 2 untk anak si B, karunia dan kemurahan Allah sangat luas maka tak perlu dibatasi. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban untk seluruh dirinya dan seluruh umatnya. Suatu ketika beliau hendak menyembelih kambing qurban. Sebelum menyembelih beliau mengatakan:”Yaa Allah ni - qurban - dariku dan dari umatku yg tak berqurban.” (HR. Abu Daud 2810 & Al Hakim 4/229 dan dishahihkan Syaikh Al Albani dlm Al Irwa’ 4/349). Berdasarkan hadis ini, Syaikh Ali bin Hasan Al Halaby mengatakan: “Kaum muslimin yg tak mampu berqurban, mendapatkan pahala sebagaimana orang berqurban dari umat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Adapun yg dimaksud: “…kambing hanya boleh untk satu orang, sapi untk tujuh orang, dan onta 10 orang…” adalah biaya pengadaannya. Biaya pengadaan kambing hanya boleh dari satu orang, biaya pengadaan sapi hanya boleh dari maksimal tujuh orang dst. Namun seandainya ada orang yg hendak membantu shohibul qurban yg kekurangan biaya untk membeli hewan, maka diperbolehkan dan tak mempengaruhi status qurbannya. Dan status bantuan di sini adalah hadiah bagi shohibul qurban. Apakah harus izin terlebih dahulu kepada pemilik hewan? Jawab: Tidak harus, karena dlm transaksi hadiah tak dipersyaratkan memberitahukan kepada orang yg diberi sedekah.
Ketentuan Untuk Sapi & Onta Seekor Sapi dijadikan qurban untk 7 orang. Sedangkan seekor onta untk 10 orang. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu beliau mengatakan, “Dahulu kami penah bersafar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tibalah hari raya Iedul Adha maka kami pun berserikat sepuluh orang untk qurban seekor onta. Sedangkan untk seekor sapi kami berserikat sebanyak tujuh orang.” (Shahih Sunan Ibnu Majah 2536, Al Wajiz, hal. 406) Dalam masalah pahala, ketentuan qurban sapi sama dgn ketentuan qurban kambing. Artinya urunan 7 orang untk qurban seekor sapi, pahalanya mencakup seluruh anggota keluarga dari 7 orang yg ikut urunan. Arisan Qurban Kambing ? Mengadakan arisan dlm rangka berqurban masuk dlm pembahasan berhutang untk qurban. Karena hakekat arisan adalah hutang. Sebagian ulama menganjurkan untk berqurban meskipun harus hutang. Di antaranya adalah Imam Abu Hatim sebagaimana dinukil oleh Ibn Katsir dari Sufyan At Tsauri (Tafsir Ibn Katsir, surat Al Hajj:36)(*) Demikian pula Imam Ahmad dlm masalah aqiqah. Beliau menyarankan agar orang yg tak memiliki biaya aqiqah agar berhutang dlm rangka menghidupkan sunnah aqiqah di hari ketujuh setelah kelahiran. (*) Sufyan At Tsauri rahimahullah mengatakan: Dulu Abu Hatim pernah berhutang untk membeli unta qurban. Beliau ditanya: “Kamu berhutang untk beli unta qurban?” beliau jawab: “Saya mendengar Allah berfirman: Ù„َÙƒُÙ…ْ فِيهَا Ø®َÙŠْرٌ (kamu memperoleh kebaikan yg banyak pd unta-unta qurban tersebut) (QS: Al Hajj:36).” (lih. Tafsir Ibn Katsir, surat Al Hajj: 36). Sebagian ulama lain menyarankan untk mendahulukan pelunasan hutang dari pd berqurban. Di antaranya adalah Syaikh Ibn Utsaimin dan ulama tim fatwa islamweb.net di bawah pengawasan Dr. Abdullah Al Faqih (lih. Fatwa Syabakah Islamiyah no. 7198 & 28826). Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan: “Jika orang punya hutang maka selayaknya mendahulukan pelunasan hutang dari pd berqurban.” (Syarhul Mumti’ 7/455). Bahkan Beliau pernah ditanya tentang hukum orang yg tak jadi qurban karena uangnya diserahkan kepada temannya yg sedang terlilit hutang, dan beliau jawab: “Jika di hadapkan dua permasalahan antara berqurban / melunaskan hutang orang faqir maka lebih utama melunasi hutang, lebih-lebih jika orang yg sedang terlilit hutang tersebut adalah kerabat dekat.” (lih. Majmu’ Fatawa & Risalah Ibn Utsaimin 18/144). Namun pernyataan-pernyataan ulama di atas tidaklah saling bertentangan. Karena perbedaan ni didasari oleh perbedaan dlm memandang keadaan orang yg berhutang. Sikap ulama yg menyarankan untk berhutang ketika qurban dipahami untk kasus orang yg keadaanya mudah dlm melunasi hutang / kasus hutang yg jatuh temponya masih panjang. Sedangkan anjuran sebagian ulama untk mendahulukan pelunasan hutang dari pd qurban dipahami untk kasus orang yg kesulitan melunasi hutang / hutang yg menuntut segera dilunasi. Dengan demikian, jika arisan qurban kita golongkan sebagai hutang yg jatuh temponya panjang / hutang yg mudah dilunasi maka berqurban dgn arisan adalah satu hal yg baik. Wallahu a’lam.
Qurban Kerbau ? Para ulama’ menyamakan kerbau dgn sapi dlm berbagai hukum dan keduanya disikapi sebagai satu jenis (Mausu’ah Fiqhiyah Quwaithiyah 2/2975). Ada beberapa ulama yg secara tegas membolehkan berqurban dgn kerbau, dari kalangan Syafi’iyah (lih. Hasyiyah Al Bajirami) maupun dari Hanafiyah (lih. Al ‘Inayah Syarh Hidayah 14/192 dan Fathul Qodir 22/106). Mereka menganggap keduanya satu jenis. Syaikh Ibn Al Utasimin pernah ditanya tentang hukum qurban dgn kerbau. Pertanyaan : “Kerbau dan sapi memiliki perbedaan dlm banyak sifat sebagaimana kambing dgn domba. Namun Allah telah merinci penyebutan kambing dgn domba tetapi tak merinci penyebutan kerbau dgn sapi, sebagaimana disebutkan dlm surat Al An’am 143. Apakah boleh berqurban dgn kerbau?” Beliau menjawab : “Jika hakekat kerbau termasuk sapi maka kerbau sebagaimana sapi namun jika tak maka (jenis hewan) yg Allah sebut dlm alqur’an adalah jenis hewan yg dikenal orang arab, sedangkan kerbau tak termasuk hewan yg dikenal orang arab.” (Liqa’ Babil Maftuh 200/27) Jika pernyataan Syaikh Ibn Utsaimin kita bawa pd penjelasan ulama di atas maka bisa disimpulkan bahwa qurban kerbau hukumnya sah, karena kerbau sejenis dgn sapi. Wallahu a’lam.
Urunan Qurban Satu Sekolahan Terdapat satu tradisi di lembaga pendidikan di daerah kita, ketika iedul adha tiba sebagian sekolahan menggalakkan kegiatan latihan qurban bagi siswa. Masing-masing siswa dibebani iuran sejumlah uang tertentu. Hasilnya digunakan untk membeli kambing dan disembelih di hari-hari qurban. Apakah ni bisa dinilai sebagai ibadah qurban? Perlu dipahami bahwa qurban adalah salah satu ibadah dlm islam yg memiliki aturan tertentu sebagaimana yg digariskan oleh syari’at. Keluar dari aturan ni maka tak bisa dinilai sebagai ibadah qurban alias qurbannya tak sah. Di antara aturan tersebut adalah masalah pembiayaan. Sebagaimana dipahami di muka, biaya pengadaan untk seekor kambing hanya boleh diambilkan dari satu orang. Oleh karena itu kasus tradisi ‘qurban’ seperti di atas tak dpt dinilai sebagai qurban.
Berqurban Atas Nama Orang yg Sudah Meninggal ? Berqurban untk orang yg telah meninggal dunia dpt dirinci menjadi tiga bentuk:
  1. Orang yg meninggal bukan sebagai sasaran qurban utama namun statusnya mengikuti qurban keluarganya yg masih hidup. Misalnya seseorang berqurban untk dirinya dan keluarganya sementara ada di antara keluarganya yg telah meninggal. Berqurban jenis ni dibolehkan dan pahala qurbannya meliputi dirinya dan keluarganya meskipun ada yg sudah meninggal.
  2. Berqurban khusus untk orang yg telah meninggal tanpa ada wasiat dari mayit. Sebagian ulama madzhab hambali menganggap ni sebagai satu hal yg baik dan pahalanya bisa sampai kepada mayit, sebagaimana sedekah atas nama mayit (lih. Fatwa Majlis Ulama Saudi no. 1474 & 1765). Namun sebagian ulama’ bersikap keras dan menilai perbuatan ni sebagai satu bentuk bid’ah, mengingat tak ada tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada riwayat bahwasanya beliau berqurban atas nama Khadijah, Hamzah, / kerabat beliau lainnya yg mendahului beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  3. Berqurban khusus untk orang yg meninggal karena mayit pernah mewasiatkan agar keluarganya berqurban untuknya jika dia meninggal. Berqurban untk mayit untk kasus ni diperbolehkan jika dlm rangka menunaikan wasiat si mayit. (Dinukil dari catatan kaki Syarhul Mumti’ yg diambil dari Risalah Udl-hiyah Syaikh Ibn Utsaimin 51).
Umur Hewan Qurban Untuk onta dan sapi: Jabir meriwayatkan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Janganlah kalian menyembelih (qurban) kecuali musinnah. Kecuali apabila itu menyulitkan bagi kalian maka kalian boleh menyembelihdomba jadza’ah.” (Muttafaq ‘alaih) Musinnah adalah hewan ternak yg sudah dewasa, dgn rincian: (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/371-372, Syarhul Mumti’, III/410, Taudhihul Ahkaam, IV/461)
Cacat Hewan Qurban Cacat hewan qurban dibagi menjadi 3:
  • Cacat yg menyebabkan tak sah untk berqurban, ada 4 (**):
  1. Buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya: Jika butanya belum jelas - orang yg melihatnya menilai belum buta - meskipun pd hakekatnya kambing tersebut satu matanya tak berfungsi maka boleh diqurbankan. Demikian pula hewan yg rabun senja. ulama’ madzhab syafi’iyah menegaskan hewan yg rabun boleh digunakan untk qurban karena bukan termasuk hewan yg buta sebelah matanya.
  2. Sakit dan tampak sekali sakitnya.
  3. Pincang dan tampak jelas pincangnya: Artinya pincang dan tak bisa berjalan normal. Akan tetapi jika baru kelihatan pincang namun bisa berjalan dgn baik maka boleh dijadikan hewan qurban.
  4. Sangat tua sampai-sampai tak punya sumsum tulang.
Dan jika ada hewan yg cacatnya lebih parah dari 4 jenis cacat di atas maka lebih tak boleh untk digunakan berqurban. (lih. Shahih Fiqih Sunnah, II/373 & Syarhul Mumti’ 3/294).
  • Cacat yg menyebabkan makruh untk berqurban, ada 2 (***):
  1. Sebagian / keseluruhan telinganya terpotong
  2. Tanduknya pecah / patah (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/373)
  • Cacat yg tak berpengaruh pd hewan qurban (boleh dijadikan untk qurban) namun kurang sempurna.
Selain 6 jenis cacat di atas / cacat yg tak lebih parah dari itu maka tak berpengaruh pd status hewan qurban. Misalnya tak bergigi (ompong), tak berekor, bunting, / tak berhidung. Wallahu a’lam (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/373) (**) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang cacat hewan apa yg harus dihindari ketika berqurban. Beliau menjawab: “Ada empat cacat… dan beliau berisyarat dgn tangannya.” (HR. Ahmad 4/300 & Abu Daud 2802, dinyatakan Hasan-Shahih oleh Turmudzi). Sebagian ulama menjelaskan bahwa isyarat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dgn tangannya ketika menyebutkan empat cacat tersebut menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membatasi jenis cacat yg terlarang. Sehingga yg bukan termasuk empat jenis cacat sebagaimana dlm hadis boleh digunakan sebagai qurban. (Syarhul Mumthi’ 7/464) (***) Terdapat hadis yg menyatakan larangan berqurban dgn hewan yg memilki dua cacat, telinga terpotong / tanduk pecah. Namun hadisnya dlo’if, sehingga sebagian ulama menggolongkan cacat jenis kedua ni hanya menyebabkan makruh dipakai untk qurban. (Syarhul Mumthi’ 7/470)
Hewan yg Disukai dan Lebih Utama untk Diqurbankan Hendaknya hewan yg diqurbankan adalah hewan yg gemuk dan sempurna. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala yg artinya, “…barangsiapa yg mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah maka sesungguhnya itu adalah berasal dari ketakwaan hati.” (QS. Al Hajj: 32). Berdasarkan ayat ni Imam Syafi’i rahimahullah menyatakan bahwa orang yg berqurban disunnahkan untk memilih hewan qurban yg besar dan gemuk. Abu Umamah bin Sahl mengatakan, “Dahulu kami di Madinah biasa memilih hewan yg gemuk dlm berqurban. Dan memang kebiasaan kaum muslimin ketika itu adalah berqurban dgn hewan yg gemuk-gemuk.” (HR. Bukhari secara mu’allaq namun secara tegas dan dimaushulkan oleh Abu Nu’aim dlm Al Mustakhraj, sanadnya hasan) Diantara ketiga jenis hewan qurban maka menurut mayoritas ulama yg paling utama adalah berqurban dgn onta, kemudian sapi kemudian kambing, jika biaya pengadaan masing-masing ditanggung satu orang (bukan urunan). Dalilnya adalah jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya oleh Abu Dzar radhiallahu ‘anhu tentang budak yg lebih utama. Beliau bersabda, “Yaitu budak yg lebih mahal dan lebih bernilai dlm pandangan pemiliknya” (HR. Bukhari dan Muslim). (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/374)
Manakah yg Lebih Baik, Ikut Urunan Sapi / Qurban Satu Kambing ? Sebagian ulama menjelaskan qurban satu kambing lebih baik dari pd ikut urunan sapi / onta, karena tujuh kambing manfaatnya lebih banyak dari pd seekor sapi (lih. Shahih Fiqh Sunnah, 2/375, Fatwa Lajnah Daimah no. 1149 & Syarhul Mumthi’ 7/458). Disamping itu, terdapat alasan lain diantaranya:
  1. Qurban yg sering dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utuh satu ekor, baik kambing, sapi, maupun onta, bukan 1/7 sapi / 1/10 onta.
  2. Kegiatan menyembelihnya lebih banyak. Lebih-lebih jika hadis yg menyebutkan keutamaan qurban di atas statusnya shahih. Hal ni jg sesuai dgn apa yg dinyatakan oleh penulis kitab Al Muhadzab Al Fairuz Abadzi As Syafi’i. (lih. Al Muhadzab 1/74)
  3. Terdapat sebagian ulama yg melarang urunan dlm berqurban, diantaranya adalah Mufti Negri Saudi Syaikh Muhammad bin Ibrahim (lih. Fatwa Lajnah 11/453). Namun pelarangan ni didasari dgn qiyas (analogi) yg bertolak belakang dgn dalil sunnah, sehingga jelas salahnya.
Apakah Harus Jantan ? Tidak ada ketentuan jenis kelamin hewan qurban. Boleh jantan maupun betina. Dari Umu Kurzin radliallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aqiqah untk anal laki-laki dua kambing dan anak perempuan satu kambing. Tidak jadi masalah jantan maupun betina.” (HR. Ahmad 27900 & An Nasa’i 4218 dan dishahihkan Syaikh Al Albani). Berdasarkan hadis ini, Al Fairuz Abadzi As Syafi’i mengatakan: “Jika dibolehkan menggunakan hewan betina ketika aqiqah berdasarkan hadis ini, menunjukkan bahwa hal ni jg boleh untk berqurban.” (Al Muhadzab 1/74) Namun umumnya hewan jantan itu lebih baik dan lebih mahal dibandingkan hewan betina. Oleh karena itu, tak harus hewan jantan namun diutamakan jantan.
Larangan Bagi yg Hendak Berqurban Orang yg hendak berqurban dilarang memotong kuku dan memotong rambutnya (yaitu orang yg hendak qurban bukan hewan qurbannya). Dari Ummu Salamah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Apabila engkau telah memasuki sepuluh hari pertama (bulan Dzulhijjah) sedangkan diantara kalian ingin berqurban maka janganlah dia menyentuh sedikitpun bagian dari rambut dan kulitnya.” (HR. Muslim). Larangan tersebut berlaku untk cara apapun dan untk bagian manapun, mencakup larangan mencukur gundul / sebagian saja, / sekedar mencabutinya. Baik rambut itu tumbuh di kepala, kumis, sekitar kemaluan maupun di ketiak (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/376). Apakah larangan ni hanya berlaku untk kepala keluarga ataukah berlaku jg untk anggota keluarga shohibul qurban? Jawab: Larangan ni hanya berlaku untk kepala keluarga (shohibul qurban) dan tak berlaku bagi anggota keluarganya. Karena 2 alasan:
  1. Dlahir hadis menunjukkan bahwa larangan ni hanya berlaku untk yg mau berqurban.
  2. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sering berqurban untk dirinya dan keluarganya. Namun belum ditemukan riwayat bahwasanya beliau menyuruh anggota keluarganya untk tak memotong kuku maupun rambutnya. (Syarhul Mumti’ 7/529)
Waktu Penyembelihan Waktu penyembelihan qurban adalah pd hari Iedul Adha dan 3 hari sesudahnya (hari tasyriq). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap hari taysriq adalah (hari) untk menyembelih (qurban).” (HR. Ahmad dan Baihaqi) Tidak ada perbedaan waktu siang ataupun malam. Baik siang maupun malam sama-sama dibolehkan. Namun menurut Syaikh Al Utsaimin, melakukan penyembelihan di waktu siang itu lebih baik. (Tata Cara Qurban Tuntunan Nabi, hal. 33). Para ulama sepakat bahwa penyembelihan qurban tak boleh dilakukan sebelum terbitnya fajar di hari Iedul Adha. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yg menyembelih sebelum shalat Ied maka sesungguhnya dia menyembelih untk dirinya sendiri (bukan qurban). Dan barangsiapa yg menyembelih sesudah shalat itu maka qurbannya sempurna dan dia telah menepati sunnahnya kaum muslimin.” (HR. Bukhari dan Muslim) (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/377) Tempat Penyembelihan Tempat yg disunnahkan untk menyembelih adalah tanah lapangan tempat shalat ‘ied diselenggarakan. Terutama bagi imam/penguasa/tokoh masyarakat, dianjurkan untk menyembelih qurbannya di lapangan dlm rangka memberitahukan kepada kaum muslimin bahwa qurban sudah boleh dilakukan dan mengajari tata cara qurban yg baik. Ibnu ‘Umar mengatakan, “Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menyembelih kambing dan onta (qurban) di lapangan tempat shalat.” (HR. Bukhari 5552). Dan dibolehkan untk menyembelih qurban di tempat manapun yg disukai, baik di rumah sendiri ataupun di tempat lain. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/378)
Penyembelih Qurban Disunnahkan bagi shohibul qurban untk menyembelih hewan qurbannya sendiri namun boleh diwakilkan kepada orang lain. Syaikh Ali bin Hasan mengatakan: “Saya tak mengetahui adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama’ dlm masalah ini.” Hal ni berdasarkan hadits Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu di dlm Shahih Muslim yg menceritakan bahwa pd saat qurban Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyembelih beberapa onta qurbannya dgn tangan beliau sendiri kemudian sisanya diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu untk disembelih. (lih. Ahkaamul Idain, 32)
Tata Cara Penyembelihan
  • Sebaiknya pemilik qurban menyembelih hewan qurbannya sendiri.
  • Apabila pemilik qurban tak bisa menyembelih sendiri maka sebaiknya dia ikut datang menyaksikan penyembelihannya.
  • Hendaknya memakai alat yg tajam untk menyembelih.
  • Hewan yg disembelih dibaringkan di atas lambung kirinya dan dihadapkan ke kiblat. Kemudian pisau ditekan kuat-kuat supaya cepat putus.
  • Ketika akan menyembelih disyari’akan membaca “Bismillaahi wallaahu akbar” ketika menyembelih. Untuk bacaan bismillah (tidak perlu ditambahi Ar Rahman dan Ar Rahiim) hukumnya wajib menurut Imam Abu Hanifah, Malik dan Ahmad, sedangkan menurut Imam Syafi’i hukumnya sunnah. Adapun bacaan takbir - Allahu akbar - para ulama sepakat kalau hukum membaca takbir ketika menyembelih ni adalah sunnah dan bukan wajib. Kemudian diikuti bacaan:
  1. hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud 2795) Atau
  2. hadza minka wa laka ‘anni / ‘an fulan (disebutkan nama shahibul qurban).” atau
  3. Berdoa agar Allah menerima qurbannya dgn doa, “Allahumma taqabbal minni / min fulan (disebutkan nama shahibul qurban)” (lih. Tata Cara Qurban Tuntunan Nabi, hal. 92)Catatan: Tidak terdapat do’a khusus yg panjang bagi shohibul qurban ketika hendak menyembelih. Wallahu a’lam.
Bolehkah Mengucapkan Shalawat Ketika Menyembelih ? Tidak boleh mengucapkan shalawat ketika hendak menyembelih, karena 2 alasan:
  1. Tidak terdapat dalil bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan shalawat ketika menyembelih. Sementara beribadah tanpa dalil adalah perbuatan bid’ah.
  2. Bisa jadi orang akan menjadikan nama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai wasilah ketika qurban. Atau bahkan bisa jadi seseorang membayangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyembelih, sehingga sembelihannya tak murni untk Allah. (lih. Syarhul Mumti’ 7/492)
Pemanfaatan Hasil Sembelihan Bagi pemilik hewan qurban dibolehkan memanfaatkan daging qurbannya, melalui:
  • Dimakan sendiri dan keluarganya, bahkan sebagian ulama menyatakan shohibul qurban wajib makan bagian hewan qurbannya. Termasuk dlm hal ni adalah berqurban karena nadzar menurut pendapat yg benar.
  • Disedekahkan kepada orang yg membutuhkan
  • Dihadiahkan kepada orang yg kaya
  • Disimpan untk bahan makanan di lain hari. Namun penyimpanan ni hanya dibolehkan jika tak terjadi musim paceklik / krisis makanan.
Dari Salamah bin Al Akwa’ dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa diantara kalian yg berqurban maka jangan sampai dia menjumpai subuh hari ketiga sesudah Ied sedangkan dagingnya masih tersisa walaupun sedikit.” Ketika datang tahun berikutnya maka para sahabat mengatakan, “Wahai Rasulullah, apakah kami harus melakukan sebagaimana tahun lalu ?” Maka beliau menjawab, “(Adapun sekarang) Makanlah sebagian, sebagian lagi berikan kepada orang lain dan sebagian lagi simpanlah. Pada tahun lalu masyarakat sedang mengalami kesulitan (makanan) sehingga aku berkeinginan supaya kalian membantu mereka dlm hal itu.” (HR. Bukhari dan Muslim). Menurut mayoritas ulama perintah yg terdapat dlm hadits ni menunjukkan hukum sunnah, bukan wajib (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/378) Oleh sebab itu, boleh mensedekahkan semua hasil sembelihan qurban. Sebagaimana diperbolehkan untk tak menghadiahkannya (kepada orang kaya, ed.) sama sekali kepada orang lain (Minhaajul Muslim, 266). (artinya hanya untk shohibul qurban dan sedekah pd orang miskin, ed.)
Bolehkah Memberikan Daging Qurban Kepada Orang Kafir ? Ulama madzhab Malikiyah berpendapat makruhnya memberikan daging qurban kepada orang kafir, sebagaimana kata Imam Malik: “(diberikan) kepada selain mereka (orang kafir) lebih aku sukai.” Sedangkan syafi’iyah berpendapat haramnya memberikan daging qurban kepada orang kafir untk qurban yg wajib (misalnya qurban nadzar, pen.) dan makruh untk qurban yg sunnah. (lih. Fatwa Syabakah Islamiyah no. 29843). Al Baijuri As Syafi’I mengatakan: “Dalam Al Majmu’ (Syarhul Muhadzab) disebutkan, boleh memberikan sebagian qurban sunnah kepada kafir dzimmi yg faqir. Tapi ketentuan ni tak berlaku untk qurban yg wajib.” (Hasyiyah Al Baijuri 2/310) Lajnah Daimah (Majlis Ulama’ saudi Arabia) ditanya tentang bolehkah memberikan daging qurban kepada orang kafir. Jawaban Lajnah : “Kita dibolehkan memberi daging qurban kepada orang kafir Mu’ahid (****) baik karena statusnya sebagai orang miskin, kerabat, tetangga, / karena dlm rangka menarik simpati mereka… namun tak dibolehkan memberikan daging qurban kepada orang kafir Harby, karena kewajiban kita kepada kafir harby adalah merendahkan mereka dan melemahkan kekuatan mereka. Hukum ni jg berlaku untk pemberian sedekah. Hal ni berdasarkan keumuman firman Allah dlm surat Al Mumtahanah ayat 8 : “Allah tak melarang kamu untk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yg tak memerangimu karena agama dan tak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yg berlaku adil.” Demikian pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan Asma’ binti Abu Bakr radhiallahu ‘anhu untk menemui ibunya dgn membawa harta padahal ibunya masih musyrik.” (Fatwa Lajnah Daimah no. 1997). Kesimpulannya, memberikan bagian hewan qurban kepada orang kafir dibolehkan karena status hewan qurban sama dgn sedekah / hadiah, dan diperbolehkan memberikan sedekah maupun hadiah kepada orang kafir. Sedangkan pendapat yg melarang adalah pendapat yg tak kuat karena tak berdalil. (****) Kafir Mu’ahid: Orang kafir yg mengikat perjanjian damai dgn kaum muslimin. Termasuk orang kafir mu’ahid adalah orang kafir yg masuk ke negeri islam dgn izin resmi dari pemerintah. Kafir Harby: Orang kafir yg memerangi kaum muslimin. Kafir Dzimmi: Orang kafir yg hidup di bawah kekuasaan kaum muslimin.
Larangan Memperjual-Belikan Hasil Sembelihan Tidak diperbolehkan memperjual-belikan bagian hewan sembelihan, baik daging, kulit, kepala, teklek, bulu, tulang maupun bagian yg lainnya. Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan aku untk mengurusi penyembelihan onta qurbannya. Beliau jg memerintahkan saya untk membagikan semua kulit tubuh serta kulit punggungnya. Dan saya tak diperbolehkan memberikan bagian apapun darinya kepada tukang jagal.” (HR. Bukhari dan Muslim). Bahkan terdapat ancaman keras dlm masalah ini, sebagaimana hadis berikut: من باع جلد أضحيته فلا أضحية له Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yg menjual kulit hewan qurbannya maka ibadah qurbannya tak ada nilainya.” (HR. Al Hakim 2/390 & Al Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan: Hasan) Tetang haramnya pemilik hewan menjual kulit qurban merupakan pendapat mayoritas ulama, meskipun Imam Abu Hanifah menyelisihi mereka. Namun mengingat dalil yg sangat tegas dan jelas maka pendapat siapapun harus disingkirkan. Catatan:
  • Termasuk memperjual-belikan bagian hewan qurban adalah menukar kulit / kepala dgn daging / menjual kulit untk kemudian dibelikan kambing. Karena hakekat jual-beli adalah tukar-menukar meskipun dgn selain uang.
  • Transaksi jual-beli kulit hewan qurban yg belum dibagikan adalah transaksi yg tak sah. Artinya penjual tak boleh menerima uang hasil penjualan kulit dan pembeli tak berhak menerima kulit yg dia beli. Hal ni sebagaimana perkataan Al Baijuri: “Tidak sah jual beli (bagian dari hewan qurban) disamping transaksi ni adalah haram.” Beliau jg mengatakan: “Jual beli kulit hewan qurban jg tak sah karena hadis yg diriwayatkan Hakim (baca: hadis di atas).” (Fiqh Syafi’i 2/311).
  • Bagi orang yg menerima kulit dibolehkan memanfaatkan kulit sesuai keinginannya, baik dijual maupun untk pemanfaatan lainnya, karena ni sudah menjadi haknya. Sedangkan menjual kulit yg dilarang adalah menjual kulit sebelum dibagikan (disedekahkan), baik yg dilakukan panitia maupun shohibul qurban.
Larangan Mengupah Jagal Dengan Bagian Hewan Sembelihan Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu bahwa “Beliau pernah diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untk mengurusi penyembelihan ontanya dan agar membagikan seluruh bagian dari sembelihan onta tersebut, baik yg berupa daging, kulit tubuh maupun pelana. Dan dia tak boleh memberikannya kepada jagal barang sedikitpun.” (HR. Bukhari dan Muslim) dan dlm lafaz lainnya beliau berkata, “Kami mengupahnya dari uang kami pribadi.” (HR. Muslim). Danini merupakan pendapat mayoritas ulama (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/379) Syaikh Abdullah Al Bassaam mengatakan, “Tukang jagal tak boleh diberi daging / kulitnya sebagai bentuk upah atas pekerjaannya. Hal ni berdasarkan kesepakatan para ulama. Yang diperbolehkan adalah memberikannya sebagai bentuk hadiah jika dia termasuk orang kaya / sebagai sedekah jika ternyata dia adalah miskin…..” (Taudhihul Ahkaam, IV/464). Pernyataan beliau semakna dgn pernyataan Ibn Qosim yg mengatakan: “Haram menjadikan bagian hewan qurban sebagai upah bagi jagal.” Perkataan beliau ni dikomentari oleh Al Baijuri: “Karena hal itu (mengupah jagal) semakna dgn jual beli. Namun jika jagal diberi bagian dari qurban dgn status sedekah bukan upah maka tak haram.” (Hasyiyah Al Baijuri As Syafi’i 2/311). Adapun bagi orang yg memperoleh hadiah / sedekah daging qurban diperbolehkan memanfaatkannya sekehendaknya, bisa dimakan, dijual / yg lainnya. Akan tetapi tak diperkenankan menjualnya kembali kepada orang yg memberi hadiah / sedekah kepadanya (Tata Cara Qurban Tuntunan Nabi, 69)
Menyembelih Satu Kambing Untuk Makan-Makan Panitia ? Atau Panitia Dapat Jatah Khusus ? Status panitia maupun jagal dlm pengurusan hewan qurban adalah sebagai wakil dari shohibul qurban dan bukan amil (*****). Karena statusnya hanya sebagai wakil maka panitia qurban tak diperkenankan mengambil bagian dari hewan qurban sebagai ganti dari jasa dlm mengurusi hewan qurban. Untuk lebih memudahkan bisa diperhatikan ilustrasi kasus berikut: Adi ingin mengirim uang Rp 1 juta kepada Budi. Karena tak bisa ketemu langsung maka Adi mengutus Rudi untk mengantarkan uang tersebut kepada Budi. Karena harus ada biaya transport dan biaya lainnya maka Adi memberikan sejumlah uang kepada Rudi. Bolehkah uang ni diambilkan dari uang Rp 1 juta yg akan dikirimkan kepada Budi?? Semua orang akan menjawab: “TIDAK BOLEH KARENA BERARTI MENGURANGI UANGNYA BUDI.”
Status Rudi pd kasus di atas hanyalah sebagai wakil Adi. Demikian pula qurban. Status panitia hanya sebagai wakil pemilik hewan, sehingga dia tak boleh mengambil bagian qurban sebagai ganti dari jasanya. Oleh karena itu, jika menyembelih satu kambing untk makan-makan panitia, / panitia dpt jatah khusus sebagai ganti jasa dari kerja yg dilakukan panitia maka ni tak diperbolehkan. Sebagian orang menyamakan status panitia qurban sebagaimana status amil dlm zakat. Bahkan mereka meyebut panitia qurban dgn ‘amil qurban’. Akibatnya mereka beranggapan panitia memiliki jatah khusus dari hewan qurban sebagaimana amil zakat memiliki jatah khusus dari harta zakat. Yang benar, amil zakat tidaklah sama dgn panitia pengurus qurban. Karena untk bisa disebut amil, harus memenuhi beberapa persyaratan. Sementara pengurus qurban hanya sebatas wakil dari shohibul qurban, sebagaimana status sahabat Ali radhiallahu ‘anhu dlm mengurusi qurban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan tak ada riwayat Ali radhiallahu ‘anhu mendapat jatah khusus dari qurbannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nasehat & Solusi Untuk Masalah Kulit Satu penyakit kronis yg menimpa ibadah qurban kaum muslimin bangsa kita, mereka tak bisa lepas dari ‘fiqh praktis’ menjual kulit / menggaji jagal dgn kulit. Memang kita akui ni adalah jalan pintas yg paling cepat untk melepaskan diri dari tanggungan mengurusi kulit. Namun apakah jalan pintas cepat ni menjamin keselamatan??? Bertaqwalah kepada Allah wahai kaum muslimin… sesungguhnya ibadah qurban telah diatur dgn indah dan rapi oleh Sang Peletak Syari’ah. Jangan coba-coba untk keluar dari aturan ni karena bisa jadi qurban kita tak sah. Berusahalah untk senantiasa berjalan sesuai syari’at meskipun jalurnya ‘kelihatannya’ lebih panjang dan sedikit menyibukkan. Jangan pula terkecoh dgn pendapat sebagian orang, baik ulama maupun yg ngaku-ngaku ulama, karena orang yg berhak untk ditaati secara mutlak hanya satu yaitu Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka semua pendapat yg bertentangan dgn hadis beliau harus dibuang jauh-jauh. Tidak perlu bingung dan merasa repot. Bukankah Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu pernah mengurusi qurbannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yg jumlahnya 100 ekor onta?! Tapi tak ada dlm catatan sejarah Ali bin Abi thalib radhiallahu ‘anhu bingung ngurusi kulit dan kepala. Demikianlah kemudahan yg Allah berikan bagi orang yg 100% mengikuti aturan syari’at. Namun bagi mereka (baca: panitia) yg masih merasa bingung ngurusi kulit, bisa dilakukan beberapa solusi berikut:
  • Kumpulkan semua kulit, kepala, dan kaki hewan qurban. Tunjuk sejumlah orang miskin sebagai sasaran penerima kulit. Tidak perlu diantar ke rumahnya, tapi cukup hubungi mereka dan sampaikan bahwa panitia siap menjualkan kulit yg sudah menjadi hak mereka. Dengan demikian, status panitia dlm hal ni adalah sebagai wakil bagi pemilik kulit untk menjualkan kulit, bukan wakil dari shohibul qurban dlm menjual kulit.
  • Serahkan semua / sebagian kulit kepada yayasan islam sosial (misalnya panti asuhan / pondok pesantren). (Terdapat Fatwa Lajnah yg membolehkan menyerahkan bagian hewan qurban kepada yayasan).
Mengirim sejumlah uang untk dibelikan hewan qurban di tempat tujuan (di luar daerah pemilik hewan) dan disembelih di tempat tersebut? / mengirimkan hewan hidup ke tempat lain untk di sembelih di sana? Pada asalnya tempat menyembelih qurban adalah daerah orang yg berqurban. Karena orang-orang yg miskin di daerahnya itulah yg lebih berhak untk disantuni. Sebagian syafi’iyah mengharamkan mengirim hewan qurban / uang untk membeli hewan qurban ke tempat lain - di luar tempat tinggal shohibul qurban - selama tak ada maslahat yg menuntut hal itu, seperti penduduk tempat shohibul qurban yg sudah kaya sementara penduduk tempat lain sangat membutuhkan. Sebagian ulama membolehkan secara mutlak (meskipun tak ada tuntutan maslahat). Sebagai jalan keluar dari perbedaan pendapat, sebagian ulama menasehatkan agar tak mengirim hewan qurban ke selain tempat tinggalnya. Artinya tetap disembelih di daerah shohibul qurban dan yg dikirim keluar adalah dagingnya. (lih. Fatwa Syabakah Islamiyah no. 2997, 29048, dan 29843 & Shahih Fiqih Sunnah, II/380 Kesimpulannya, berqurban dgn model seperti ni (mengirim hewan / uang dan bukan daging) termasuk qurban yg sah namun menyelisihi sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena tiga hal:
  1. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radiallahu ‘anhum tak pernah mengajarkannya
  2. Hilangnya sunnah anjuran untk disembelih sendiri oleh shohibul qurban
  3. Hilangnya sunnah anjuran untk makan bagian dari hewan qurban.
Wallaahu waliyut taufiq. Bagi para pembaca yg ingin membaca penjelasan yg lebih lengkap dan memuaskan silakan baca buku Tata Cara Qurban Tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yg diterjemahkan Ustadz Aris Munandar hafizhahullah dari Talkhish Kitab Ahkaam Udh-hiyah wadz Dzakaah karya Syaikh Al Utsaimin rahimahullah, penerbit Media Hidayah. Semoga risalah yg ringkas sebagai pelengkap untk tulisan saudaraku Abu Muslih hafizhahullah ni bermanfaat dan menjadi amal yg diterima oleh Allah ta’ala, sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta seluruh pengikut beliau yg setia. Alhamdulillaahi Rabbil ‘aalamiin. Yogyakarta, 1 Dzul hijjah 1428
KEUTAMAAN TANGGAL 1 SAMPAI 10 DZUL HIJJAH Dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ما من أيّام العمل الصّالح فيها أحبّ إلى اللّÙ‡ من هذه الأيّام - يعني أيّام العشر - قالوا : يا رسول اللّÙ‡ ولا الجهاد في سبيل اللّÙ‡ ؟ قال : ولا الجهاد في سبيل اللّÙ‡ ، إلاّ رجل خرج بنفسه وماله ، فلم يرجع من ذلك بشيء. “Tidak ada satu amal sholeh yg lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yg dilakukan selama 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah.” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak pula jihad, kecuali orang yg berangkat jihad dgn jiwa dan hartanya namun tak ada yg kembali satupun.” (HR. Abu Daud & dishahihkan Syaikh Al Albani) Berdasarkan hadis tersebut, ulama’ sepakat dianjurkannya berpuasa selama 8 hari pertama bulan Dzul hijjah. Dan lebih ditekankan lagi pd tanggal 9 Dzul Hijjah (Hari ‘Arafah) Diceritakan oleh Al Mundziri dlm At Targhib (2/150) bahwa Sa’id bin Jubair (Murid terbaik Ibn Abbas) ketika memasuki tanggal satu Dzul Hijjah, beliau sangat bersungguh-sungguh dlm beribadah sampai hampir tak bisa mampu melakukannya. Bagaimana dgn Puasa Hari Tarwiyah (8 Dzul Hijjah) Secara Khusus ? Terdapat hadis yg menyatakan: “Orang yg berpuasa pd hari tarwiyah maka baginya pahala puasa satu tahun.” Namun hadis ni hadits palsu sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul Zauzy (Al Maudhu’at 2/198), As Suyuthi (Al Masnu’ 2/107), As Syaukani (Al Fawaidul Majmu’ah). Oleh karena itu, tak perlu berniat khusus untk berpuasa pd tanggal 8 Dzul Hijjah karena hadisnya dhaif. Namun jika berpuasa karena mengamalkan keumuman hadis shahih di atas maka diperbolehkan. (disarikan dari Fatwa Yas-aluunaka, Syaikh Hissamuddin ‘Affaanah). Wallaahu a’lam



sumber abufairuuz

No comments:

Post a Comment

Contact Us

Name

Email *

Message *

All content at Blog Eps was found freely distributed on the internet and is presented for informational purposes only.
Images / photos / videos found in this site reserved by its respective owners.
We does not upload or host any files.
Home | DMCA | Contact