Antara Bakwan & Fiqih

epssub.blogspot.com - Bagi yg mau makan 'bakwan', yang dlm beberapa daerah disebut dgn istilah 'bala-bala', pilihannya ada 2; dia datang ke tukang bakwan dan membelinya, kemudian bisa langsung dinikmati. Atau bisa jg yg agak ribet, dia bikin sendiri, artinya masak sendiri.
Untuk pilihan yg pertama, ni pilihan yg simple, tak memakan waktu, serta sudah dipastikan nikmat rasa bakwan­nya; karena memang membeli dari yg sudah ahli dlm dunia per-masak-an bakwan dan bala-bala. Maka untk rasa, tak perlu dikomentari.
Untuk cara yg kedua, ni cara yg ribet, memakan waktu panjang, dan tak dijamin rasanya; nikmat / tidak.
(1) Ribet, karena banyak tahapan yg harus dilalui. Pertama dia harus mencari ke pasar langsung bahan-bahan untk bikin bakwa itu; terigu, kol, wortel, dst; ni bahan mnetahnya. Dia jg harus membeli bumbunya; kunyit, bawang, ketumbar, garam, royko dst, / bisa jg beli bumbu jadi seperti bumbu sasa / bumbu tepung, dan bumbum-bumbu semisalnya dari merek yg berbeda.
(2) Memakan waktu panjang Karena semua bahan mentah yg tadi disebutkan sama sekali tak berguna dan tak bermanfaat serta tak bisa dinikmati bahkan tak bisa dijadikan bakwa kecuali harus melalui proses 'masak' yg mana itu tak mudah. Bahkan sebelum memasaknya pun, ada ilmu 'ngaduk' dan ilmu 'nyampur' bahan-bahan mentah tadi yg keahlian itu tak bisa didapatkan dgn mudah begitu saja.
Setelah ngaduk serta nyampur bahan mentah itu, bakwan belum jadi, tapi harus dimasak dulu, dan memasaknya jg ada ilmu yg tak sembarang. Kalau asal saja, bisa-bisa bakwan yg dihasilkan tak berasa bakwan. Nah proses masak ni yg kemudian menentukan rasa bakwa tersebut, tingkat kelunakan, serta warna yg dihasilkan. Bahkan tingkat besar kecil api yg dipakai untk menggoreng itu jg ada takarannya, tak asal nyala. Serta takaran minyak goreng yg dipakai, ada ilmunya juga, tak sembarang asal 'nyeburin' minyak ke penggorengan. Jelas ni sangat memakan waktu.
(3) Tidak Dijamin Rasanya Nah, karena memang prosesnya yg tak mudah tapi kemudian dijalankan sendiri, padahal ia bukan ahlinya, maka produk yg dihasilkan pun tak jelas rasanya. Bentuknya tak jelas, warnanya pun aneh, rasanya? Tidak perlu dideskripsikan.
Ini yg dihasilkan jika tak punya keahlian, berani-berani masak bala-bala tanpa ilmu, akhirnya bukan bakwan yg dihasilkan, tapi ya sudahlah...
Maka untk mudahnya, simple caranya, singkat waktunya, dijamin rasanya, tinggal datang saja ke tukang bakwa dan beli lalu nikmati. Tentu datangnya ke tukang bakwan yg memang sudah disepakati oleh para penikmat bakwan bahwa ia adlh tukang bakwan sejati yg ahli dan masakannya bisa dinikmati.
Bukan asal tukang bakwan, karena banyak sekarang tukang bakwan yg jualan tapi ngga punya keahlian bikin bakwan, tapi jadi tukang bakwan hanya untk menutupi kebutuhan biar hidup masih bisa berjalan. ----------------- Kaitan semua itu dgn materi fiqih adlh bahwa fiqih itu produk hukum yg untk memproduknya melalui proses panjang, sebagaimana sang koki itu memasak dan menghasilkan bakwa dari bahan-bahan mnetah yg ada. Fiqih adlh produknya, yakni bakwannya. Ushul-fiqh adlh ilmu mengolah untk memproses dan menghasilkan hukum dari ayat serta hadits, ni sama seperti ilmu memasak bakwan. Sedangkan ayat serta hadits-hadits Nabi s.a.w. itu adlh barang mnetah.
Ya itu semua adlh barang mentah yg tak bermanfaat serta tak berguna bagi orang-orang awam yg memang tak mengerti hukum syariah. Maka bagi awam seperti ini, baiknya ia langsung saja merujuk koki / ulama handal untk bisa menikmati hukum / bakwan yg diinginkan. Dari pd harus ke pasar sendiri, yg jelas ia tak punya kehalian itu.
Maka tentukan serta sadarkan diri kita, kita berada pd posisi yg mana, posisi koki yg memang layak dan mampu memasak. Atau kita memang bukan koki yg tak mampu memasak, kalau sudah seperti itu, tentu jauh lebih baik kita tinggal menikmati saja bakwn yg ada, tak perlu bersusah payah ke pasar dan memasak sendiri.
Wallahul-musta'an

other source : http://detik.com, http://zarkasih20.blogspot.com, http://kompas.com