Tuesday 12 January 2016

Puasa Syawal Hukumnya Makruh?

Puasa Syawal Hukumnya Makruh? epssub.blogspot.com - Orang muslim Indonesia sudah sangat terbiasa dgn kebiasaan puasa sunnah 6 hari syawal setelah berlebaran. Sudah bukan menjadi sesuatu yg asing di telinga para muslim Indonesia tentang sunnahnya puasa 6 hari syawal.
Tapi, kalau nanti ada yg mengatakan bahwa puasa 6 hari syawal itu bukanlah sebuah kesunahan, dan malah hukumnya itu makruh, tak perlu kaget dan tak usah marah. Pendapat seperti itu bukan sesuatu yg baru, bukan jg pendapat yg baru lahir kemarin sore. Justru pendapat tersebut sudah ada sejak 13 abad tahun lalu.
Ya! Pendapat yg mengatakan bahwa puasa 6 hari syawal itu adlh sebuah ke-makruh-an adlh pendapat yg dipegang oleh madzhab Imam Malik di madinah. Yang jelas memang berbed dgn pendapat jumhur (al-Hanafiyah, al-Syafiiyah dan al-Hanabila) yg memang berpendapat bahwa puasa 6 hari syawal itu puasa sunnah.
Puasa Syawal Sunnah
Jumhur ulama, selain madzhab al-Malikiyah, menyandarkan pendapat mereka bahwa puasa 6 hari syawal itu dgn hadits yg diriwayatka oleh Imam Muslim dlm kitab shahih-nya dari sahabat Abu Ayyub al-Anshariy, Nabi saw bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ "siapa yg berpuasa Ramadhan kemudian diikuti dgn puasa enam hari di bulan syawal, maka ia seperti berpuasa setahun penuh" (HR Muslim, Kitab al-Shiyam, Bab Kesunahan puasa 6 hari syawal)
Dalam hadits sahabat Abu Ayyub al-Anshariy ni ada pahala yg dijanjikan oleh Allah swt kepada muslim tapi tanpa ada ancaman untk mereka yg tak mengerjakan. Artinya ni adlh anjuran, yg berarti sebuah kesunnahan. Dan bukan sebuah kewajiban karena tak ada ancaman dlm meninggalkannya.
Puasa Syawal Makruh
Madzhab Imam Malik di Madinah bukan tak tahu adanya hadits Abu Ayyub al-Anshariy ini, justru sang Imam paling tahu tentang hadits, toh beliau jg seorang ahli hadits (muhaddits) dan dikenal sebagai imam madzhab yg sangat kuat sekali dlm pengamalan hadits di tiap fatwa-fatwa beliau.
Akan tetapi yg perlu diketahui bahwa hadits Abu Ayyub al-Anshariy ini, walaupun shahih, hadits ni menyelisih 'Amal Ahl Madinah (Pekerjaan Penduduk Madinah), dan lebih dari itu, jalur periwayatannya adlh ahad (tunggal), yaitu diriwayatkan oleh satu orang di tiap tingakatan sanadnya. Bukan hadits mutawatir yang diriwayatkan oleh orang banyak dlm tiap tingkatan sanad.
Imam Ibnu Abdil-Barr, ulama terkemuka madzhab al-Malikiyah mengatakan dlm kitabnya al-Istidzkar (3/379):
وَذَكَرَ مَالِكٌ فِي صِيَامِ سِتَّةِ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ أَنَّهُ لَمْ يَرَ أَحَدًا مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ وَالْفِقْهِ يَصُومُهَا، قَالَ وَلَمْ يَبْلُغْنِي ذَلِكَ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ "Imam Malik menyebutkan perihal puasa 6 hari syawal bahwa beliau tak pernah melihat seseorang dari kalangan ahli fiqih dan ahli ilmu yg berpuasa 6 hari syawal, beliau (imam Malik) jg berkata: 'tidak satu pun riwayat yg sampai kepadaku tentang puasa syawal dari salah satu ulama salaf'."
Madzhab Imam Malik memang terkenal sekali sebagai madzhab yg menggunakan 'Amal Ahl Madinah sebagai sandaran hukum (mashdar al-Syari'ah). Ketika ada hadits ahad yang mana kandungannya itu bertentangan dgn pekerjaan penduduk Madinah, walaupun itu shahih, yg dimenangkan ialah pekerjaan penduduk madinah.
Kenapa Ahl Madinah?
Apa yg dilakukan dan dipraktekkan oleh Imam Malik dlm fatwa beliau terkait 'Amal Ahl Madinah bukan tanpa alasan. Hadits ahad yang shahih tak langsung diamalkan jika itu memang bertentangan dgn pekerjaan penduduk Madinah. Berbeda dgn hadits mutawatir yang langsung diamalkan tanpa melirik pekerjaan penduduk Madinah.
Kenapa demikian?
Nabi saw, selain di Mekkah beliau membangun syariah jg di Madinah, bisa dikatakan bahwa Madinah adlh Mahall al-Tasyri' (tempat/kota pensyariatan) yg mana banyak syariat-syariat Islam diturunkan oleh Allah swt kepada Nabi Muhammad ketika beliau di Madinah.
Dan ketika syariat itu diturunkan, Nabi saw pasti menginformasikan kepada para sahabat, lalu dijalankan syariat itu oleh para sahabat. Sampai akhirnya Nabi saw meninggal syariat yg pernah diturunkan dan dijalankan tak mungkin hilang. Terus dijalankan dan turun menurun kepada generasi-generasi selanjutnya setelah sahabat, yg akhirnya itu menjadi kebiasaan yg biasa dilakukan oleh penduduk Madinah. Artinya bahwa 'Amal Ahl Madinah itu diriwayatkan bukan hanya satu orang, akan tetapi diriwayatkan oleh seluruh penduduk negeri.
Dan ketika sampai pd masanya Imam Malik, beliau justru tak melihat ada orang Alim dan jg para Ahli Fiqih di Madinah yg berpuasa 6 hari syawal setelah Ramadhan sebagaimana kutipan perkataan beliau di atas.
Jadi, kalau dibanding dgn hadits Abu Ayyub al-Anshariy yg hanya diriwayatkan oleh satu orang di tiap tingkatan sanad, tentu jauh lebih kuat 'Amal Ahl Madinah yang diriwayatkan oleh penduduk satu negeri? Jadi wajar saja kalau memang Imam Malik lebih mengedepankan pekerjaan penduduk Madinah daripada hadits Ahad, melihat bahwa memang madinah dianugerahi sebagai tempat turunnya syariat.
Karena itu beliau (Imam Malik) jg mengatakan: وَإِنَّ أَهْلَ الْعِلْمِ يَكْرَهُونَ ذَلِكَ وَيَخَافُونَ بِدْعَتَهُ وَأَنْ يُلْحِقَ بِرَمَضَانَ مَا لَيْسَ مِنْهُ أَهْلُ الْجَهَالَةِ"dan para ahli ilmu memakruh-kan itu (puasa 6 hari syawal), dan mengkhawatikan bahwa itu adlh sebuah bid'ah, dan (khawatir) kalau orang-orang awam mengganggap itu bagian dari Ramadhan (padahal bukan)". (al-Istidzkar 3/379)
Karena itu tak dikerjakan oleh para ulama semasa hidup sang Imam, beliau khawatir bahwa itu adlh sebuah bidah yg terlarang, dan beliau jg sangat khawatir bahwa nantinya para orang awam menganggap itu bagian dari Ramadhan yg wajib dikerjakan, padahal tak seperti itu. (al-Muntaqa' Syarhu al-Muwatho' 2/76, Mawahib al-Jalil 2/414)
Tapi sejatinya, kekhawatiran sang Imam saat ni sudah tak bisa dijadikan alasan atas kemakruhan puasa syawal, toh tak ada orang awam zaman sekarang yg meyakini bahwa puasa syawal itu adlh sebuah kewajiban yg merupakan bagian dari Ramadhan. Tidak ada.
Jadi ...
Apapun itu, masalah ni masuk dlm lapangan perbedaan pendapat yg masing-masing pihak tak mungkin berpendapat dgn asal-asalan, pastilah pendapat mereka didukung oleh dalil dan argument yg sama kuatnya.
Jadi siapapun berhak untk memilih pendapat mana yg mereka yakini selama ada dalil serta argument yg menjadi sandaran. Yang meyakini kesuanahannya, silahkan berusaha mewujudkan itu dgn berpuasa 6 hari syawal tanpa harus menyalahkan mereka yg meyakini kemakruhannya.
Begitu jg sebaliknya, mereka yg meyakini ni adalaha perkara yg makruh, mereka berhak atas itu. Tentu dgn tak menyalahkan mereka yg berpuasa, dan tak memicu serta memancing perdebatan yg tak perlu.
Wallahu a'lam

other source : http://pinterest.com, http://zarkasih20.blogspot.com, http://cnn.com

No comments:

Post a Comment

Contact Us

Name

Email *

Message *

All content at Blog Eps was found freely distributed on the internet and is presented for informational purposes only.
Images / photos / videos found in this site reserved by its respective owners.
We does not upload or host any files.
Home | DMCA | Contact